Senin, 31 Desember 2012

INILAH.COM, Garut- Sejumlah ulama dan pimpinan pondok pesantren (pontren) di Kabupaten Garut bersepakat menolak pemberlakuan Keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 46/PUU-VIII/2010 tanggal 27 Februari 2012 yang dinilai cacat hukum dan mengesankan adanya legalilasi perzinahan

Headline Pimpinan Pontren Subulussalam Desa Panembong Kecamatan Bayongbong, K.H. Sirojulmunir.
Hal itu mengemuka dalam pertemuan antarulama dan pimpinan pontren serta sejumlah pengurus organisasi kemasyarakatan (ormas) Islam Kabupaten Garut di aula pertemuan kantor Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kabupaten Garut, Sabtu (9/6/2012). Juga hadir pada pertemuan tersebut unsur Kementerian Agama Kabupaten Garut, MUI sejumlah kecamatan, dan Pengadilan Agama (PA) Kabupaten Garut.

Dalam pertemuan tersebut dihasilkan sejumlah rekomendasi, antara lain agar ulama dan pimpinan ormas Islam se-Kabupaten Garut menolak putusan MK no. 46/2010 tentang status anak di luar nikah tersebut, menuntut pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah sebagai bantahan terhadap keputusan MK ttg status anak di luar nikah, dan mendesak pemerintah dan DPR mengubah keputusan MK tersebut.
Direkomendasikan pula agar Kementerian Agama RI menerbitkan edaran tentang penolakan terhadap keputusan MK tentang status anak di luar nikah, dan merekomendasikan MUI Kabupaten Garut menerbitkan edaran penolakan terhadap keputusan MK tersebut. PA Kabupaten Garut juga diminta menolak setiap kasus yang merujuk kepada keputusan MK tentang status anak di luar nikah.
“Kita juga akan menggelar istigasah berkaitan dengan sosialisasi penolakan terhadap keputusan MK ini,” tandas penggagas kegiatan yang juga pimpinan Pontren Subulussalam Desa Panembong Kecamatan Bayongbong, K.H. Sirojulmunir.
Sebelumnya, para ulama sempat mengajukan gugatan ke MK agar mereview Keputusan MK Nomor 46/2010 itu. “Namun ternyata terbentur pada Undang Undang Nomor 24/2003 tentang MK sendiri, bahwa keputusan MK itu bersifat final. Maka satu-satunya cara untuk mengubah Keputusan MK tentang anak di luar nikah itu yakni Undang Undang tentang MK sendiri harus diubah dulu,” kata Sirojulmunir.
Hubungan Masyarakat PA Kabupaten Garut, Ahmad Sanusi, mengatakan bila pihaknya sampai saat ini masih menunggu petunjuk teknis dari MK dan Pengadilan Tinggi Agama berkaitan dengan pemberlakuan Keputusan MK tentang status anak di luar nikah itu.
“Gerakan penolakan ulama atas keputusan MK itu sah saja sebagai aspirasi. Ke PA Garut juga sejauh ini belum pernah ada orang yang mengajukan penetapan status anak di luar nikah. Paling juga itsbat atau penetapan status pernikahan akibat catatan buku nikahnya hilang, misalnya,” kata Sanusi.
Putusan MK Nomor 46/PUU-IIIV/2010 tanggal 27 Februari 2012 mengabulkan permohonan dengan mereview salah satu diktumnya, yakni pasal 43 ayat (1) yang berbunyi ‘anak yang dilahirkan di luar perkawinan hanya mempunyai hubungan perdata dengan ibunya dan keluarga ibunya’ menjadi ‘anak yang dilahirkan di luar perkawinan mempunyai hubungan perdata dengan ibunya dan keluarga ibunya serta dengan laki-laki sebagai ayahnya yang dapat dibuktikan berdasarkan ilmu pengetahuan dan teknologi dan/atau alat bukti lain menurut hukum mempunyai hubungan darah, termasuk hubungan perdata dengan keluarga ayahnya’.[jul]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar